Setelah aku berjalan beberapa kilo mil jaraknya, ternyata aku masuh menujukan pandangan mataku kedepan tanpa aku menoleh kesamping dan berbalik kebelakang. Aku begitu egoisnya sehingga tak pedulikan orang-orang yang ada di sekelilingku aku terus berjalan meski aku tak bisa pungkiri bahwa hati aku masih terluka dengan bekas yang amat dalam butuh beberapa tahun lagi untuk menyembuhkan luka itu.
Aku terluka mungkin ada bekas yang tak sembuh sampai akhir hayatku, luka yang membekas itu aku tak tahu harus dengan apa menghapusnya. Kucoba untuk berlari untuk menghilangkan rasa perih yang semakin terasa namun rasa perih itu seperti semakin dalam sehingga aku terengah-engah berjalan meskipun begitu aku akan tetap berlari dan terus berlari hingga aku dapat melupakan rasa perih itu. Ga tahu kenapa rasa perih itu sampai masuk otaku dan otaku ini terus dan terus mengingatnya andai saja aku dapat melupakan rasa perih itu mungkin aku dapat menjalani kehidupan ini dengan wajar.
Aku sangat rindu terhadap kehidupanku yang dulu dimana tak ada rasa perih dan pedih aku tak menyalahkan semuanya aku tak menyalakan keperihan itu aku tidak menyalahkan masa lalu yang aku pertanyakan mengapa aku dapat membiarkan rasa perih itu masuk dalam kehidupku.
Jiwaku rela menerima untuk di sakiti, untuk dicacimaki dan untuk di pencundangi. Aku dapat merasakan rasa perih itu tapi yang aku takutkan terbiasa dengan rasa perih itu sehingga aku lupa bagaimana rasanya hidup bebas itu seperti apa sih! Kadang rasa perih itu seperti saudara kembarku yang selalu merasakan dimana aku berada.
Perih aku baru menyadari bahwa rasa itu seperti sudah mendarah daging dengan kehidupanku aku merasakan enaknya hidup dalam keadaan perih jadi perih itu dapat aku simpulkan bahwa perih itu enak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar